SELAMAT DATANG DI IPAS ONLINE *** MEDIA KOMUNIKASI ANEUK NANGGROE *** "TINGGALKAN PESAN PADA HALAMAN INI " IKATAN PELAJAR ACEH SEMARANG (IPAS): Pocut Meurah Intan Biheu

IPAS LOGO

Senin, 25 Oktober 2010

Pocut Meurah Intan Biheu

Pocut Meurah Intan adalah puteri keturunan keluarga bangsawan dari kalangan kesultanan Aceh. Ayahnya Keujruen Biheue. Pocut Meurah merupakan nama panggilan khusus bagi perempuan keturunan keluarga sultan Aceh. Ia juga biasa dipanggil dengan nama tempat kelahirannya. Biheue adalah sebuah kenegerian atau ke-uleebalangan yang pada masa jaya Kesultanan Aceh berada di bawah Wilayah Sagi XXXI Mukim, Aceh Besar. Setelah krisis politik pada akhir abad ke-19, kenegerian itu menjadi bagian wilayah XII mukim : Pidie, Batee, Padang Tiji, Kale dan Laweueng.

Suami Pocut Meurah Intan bernama Tuanku Abdul Majid, Putera Tuanku Abbas bin Sultan Alaidin Jauhar Alam Syah. Tuanku Abdul Majid adalah salah seorang anggota keluarga Sultan Aceh yang pada mulanya tidak mau berdamai dengan Belanda. Karena keteguhan pendiriannya dalam menentang Belanda, ia disebut oleh beberapa penulis Belanda sebagai perompak laut, pengganggu keamanan bagi kapal-kapal yang lewat di perairan wilayahnya, sebutan ini berkaitan dengan profesi Tuanku Abdul Majid sebagai pejabat kesultanan yang ditugaskan untuk mengutip bea cukai di pelabuhan Kuala Batee. Dari perkawinan dengan Tuanku Abdul Majid, Pocut Meurah Intan memperoleh tiga orang putera, yaitu Tuanku Muhammad yang biasa dipanggil dengan nama Tuanku Muharnmad Batee, Tuanku Budiman, dan Tuanku Nurdin.

Perlawanan terhadap Belanda.

Dalam catatan Belanda, Pocut Meurah Intan termasuk tokoh dari kalangan kesultanan Aceh yang paling anti terhadap Belanda. Hal ini di sebutkan dalam laporan colonial "Kolonial Verslag tahun 1905", bahwa hingga awal tahun 1904, satu-satunya tokoh dari kalangan kesultanan Aceh yang belum menyerah dan tetap bersikap anti terhadap Belanda adalan Pocut Meurah Intan. Semangat yang teguh anti Belanda itulah yang kemudian diwariskannya pada putera-puteranya sehingga merekapun ikut terlibat dalam kancah peperangan bersama-sama ibunya dan pejuang-pejuang Aceh lainnya.

Berperang bersama putera-puteranya.

Setelah berpisah dengan suaminya yang telah menyerah kepada Belanda Pocut Meurah Intan mengajak putera-puteranya untuk tetap berperang. Ketika pasukan Marsose menjelajahi wilayah XII mukim Pidie dan sekitarnya, dalam rangka pengejaran dan pelacakan terhadap para pejuang, Pocut Meurah Intan terpaksa melakukan perlawanan secara bergerilya. Dua diantara ketiga orang puteranya, Tuanku Muhammad Batee dan Tuanku Nurdin, menjadi terkenal sebagai pemimpin utama dalam berbagai gerakan perlawanan terhadap Belanda. Mereka menjadi bagian dari orang-orang buronan dalam catatan pasukan Marsose.

Tertangkapnya Tuanku Muhammad Batee.

Pada bulan Februari 1900, Tuanku Muhammad Batee tertangkap oleh satuan Marsose Belanda yang beroperasi di wilayah Tangse, Pidie. Pada tanggal 19 April 1900, karena dianggap berbahaya, Tuanku Muhammad Batee dibuang ke Tondano, Sulawesi Utara, dengan dasar Surat Keputusan Pemerintah Hindia Belanda No. 25. pasal 47 R.R.

Tertangkapnya Pocut Meurah Intan.

Peningkatan intensitas patroli Belanda juga menyebabkan tertangkapnya Pocut Meurah Intan dan kedua puteranya oleh pasukan Marsose yang bermarkas di Padang Tiji. Namun, sebelum tertangkap ia masih sempat melakukan perlawanan yang amat mengagumkan pihak Belanda. la mengalami luka parah, dua tetakan di kepala, dua di bahu, satu urat keningnya putus, terbaring di tanah penuh dengan darah dan lumpur laksana setumpuk daging yang dicincang-cincang. Pada luka-lukanya itu disapukan setumpuk kotoran sapi, keadaannya lemah akibat banyak kehilangan darah dan tubuhnya menggigil, ia mengerang kesakitan, luka-lukanya telah berulat. Mulanya ia menolak untuk dirawat oleh pihak Belanda, akhirnya ia menerima juga bantuan itu. Penyembuhannya berjalan lama, ia menjadi pincang selama hidupnya.

Dimasukkan ke dalam penjara.

Pocut Meurah Intan sembuh dari sakitnya; bersama seorang puteranya, Tuanku Budiman, ia dimasukkan ke dalam penjara di Kutaraja. Sementara itu, Tuanku Nurdin, tetap melanjutkan perlawanan dan menjadi pemimpin para pejuang Aceh di kawasan Laweueng dan Kalee. Pada tanggal 18 Februari 1905, Belanda berhasil menangkap Tuanku Nurdin di tempat persembunyiannya di Desa Lhok Kaju, yang sebelumnya Belanda telah menangkap isteri dari Tuanku Nurdin pada bulan Desember 1904, dengan harapan agar suami mau menyerah. Tuanku Nurdin tidak melakukan hal tersebut.

Diasingkan ke blora

Setelah Tuanku Nurdin di tahan bersama ibunya, Pocut Meurah Intan dan saudaranya Tuanku Budiman dan juga seorang keluarga sultan yang bernama Tuanku Ibrahim di buang ke Blora (Rembang) di Pulau Jawa berdasarkan Surat Keputusan Pemerintah Hindia Belanda, tanggal 6 Mei 1905, No. 24. Pocut Meurah Intan berpulang ke-rakhmatullah pada tanggal 19 September 1937 di Blora, Jawa Tengah. Nama Pocut memang akrab di telinga masyarakat Blora. Namun, begitu melihat makamnya, siapa pun akan merasa miris dinding makamnya terkelupas. Sedangkan di sekelilingnya, makam warga biasa dibangun mentereng, lengkap dengan pagar pembatas. Makam Pocut juga nyaris tak pernah dikunjungi orang, tak seperti layaknya makam pahlawan.

Kondisi makam saat ini

Dalam enam tahun terakhir ini kondisi makam Pocut Meurah Intan masih seperti biasa layaknya makam-makam yang lain. Kondisi ini berdasarkan hasil dari peninjauan langsung ke lokasi makam saat berziarah yang merupakan program setiap tahunnya yang dilakukan oleh Ikatan Pelajar Aceh Semarang (IPAS) dan Ikatan Masyarakat Aceh semarang (IMAS)

Dengan itu kami sebagai putra-putri Aceh yang turut berpartisipasi menjaga kelestarian dan kelangsungan sejarah Aceh, kami dari Ikatan Pelajar Acah Semarang IPAS dan Ikatan Masyarakat Aceh Semarang IMAS, bertekat menyampaikan hal ini kepada Pemerintah Aceh yang pasti memiliki tekat yang sama dan merealisasikan pembangunan rumah makam Pocut Meurah Intan sebagai mana layaknya makam pahlawan-pahlawan Aceh lainnya.

Respon Pemerintah Aceh

Berdasarkan surat yang telah di sampaikan kepada Pemerintah Aceh tanggal 23 Januari 2010, perihal Bantuan Pemugaran Makam Pocut Meurah Intan. Yang meminta kepada Pemerintah Aceh untuk turut berpartisipasi dalam menjalankan salah satu tanggung jawabnya untuk menjaga dan memelihara situs sejarah Aceh yang berada di luar Aceh salah satunya yang ada di Jalan Kartini, Desa Belik, Kecamatan Blora, Kabupaten Blora, Provinsi Jawa Tengah

Pada bulan April 2010 berdasarkan surat yang telah kami kirimkan, Pemerintah Aceh telah mengutuskan salah satu staf bagian keistimewaan Aceh yaitu Bpk.Baharudin. Untuk meninjau langsung letak lokasi dan keadaan makam Pocut Meurah Intan. Dilokasi pemakaman, selain makam Pocut Meurah Intan ada juga makam pejuang aceh lainnya yaitu putra dan kerabat Almarhumah.

Dalam kunjungan yang dilakukan oleh perwakilan Pemerintah Aceh, Bpk.Baharudin. Beliau telah melaporkan hasil peninjauannya dan telah mendapat respon yang sangat baik. Selanjutnya proses dan rencana pemugaran makam Pocut Meurah Intan telah di serahkan kepada IPAS dan IMAS. Dengan respon positif dari Pemerintah Aceh sampai sekarang ini semoga proses pemugaran makam-makam pahlawan Aceh di Blora, Jawa Tengah bisa selesai sampai akhir tahun ini.

Comments :

0 komentar to “Pocut Meurah Intan Biheu”


Posting Komentar